Apa itu Zakat? Yuk Kenali Zakat!!!

A. Pengertian Zakat
Zakat secara harfiah memiliki makna At-Thaharotu (pensucian), An-Namaa’a (Pertumbuhan), Al-Barokatu (berkah). Menurut istilah zakat berarti kewajiban seorang muslim untuk mengeluarkan nilai bersih dari kekayaannya yang tidak melebihi satu nisab, diberikan kepada mustahik dengan beberapa syarat yang telah ditentukan Al-jaziri, (1990).
Pengertian zakat menurut UU No 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Pelaksanaan UU No 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat islam.

B. Syarat Harta Zakat

Menurut Hafidhuddin (1998) harta yang akan dizakatkan harus memenuhi beberapa persyaratan yang telah ditetapkan, diantaranya;
a.    Al-milk at-tam yang artinya harta yang akan dizakatkan itu dikuasai secara penuh dan dimiliki secara sah, yang di dapat dari usaha, bekerja, warisan atau pemberian yang sah, dimungkinkan untuk dipergunakan, diambil manfaatnya, atau kemudian disimpan.
b.    An-namaa artinya harta yang akan dizakatkan itu adalah harta yang berkembang apabila dizakatkan atau memiliki potensi untuk di kembangkan. Misalkan harta perdagangan, peternakan, pertanian, deposito mudharabah, usaha bersama, obligasi, dan lain sebagainya.
c.    Harta yang akan dizakatkan telah mencapai nisab atau harta itu telah mencapai ukuran tertentu. Misalnya asset perdagangan yang telah mencapai nilai 85 gram emas, hasil pertanian telah mencapai 520 kg, emas atau perak telah senilai 85 gram.
d.   Telah melebihi kebutuhan pokok artinya kebutuhan minimal yang diperlukan seseorang dan keluarganya yang menjadi tanggungannya untuk kelangsungan hidupnya.
e.    Telah mencapai satu tahun (haul), hal ini hanya berlaku untuk harta tertentu misalkan perdagangan, emas. Akan tetapi untuk zakat pertanian dikeluarkan setiap masa panen sesuai perintah Allah SWT dalam Q.S Al-An’am ayat 141:
وَهُوَاُ لَّذِ ى أَنثأَ جنَّتٍ مَّعْرُ و شَتٍ وَ غَيْرَمَعْرُوشَتٍو وَاُلنَّخْلَ وَاُلزَّرْعَ مُخْتَلِفًا أُكُلُهُ وَاُلزَّيْتُو نَ وَاُلرُّمَّا نَ مُتَشَىبِهًاوَغَيْرَمُتَشَىبِهٍ ج كُلُواْمِن ثَمَرِهِ, إِذَاأثْمَرَوَءَاتُواْحَقَّهُ,يُوْمَ حَصَادِهِ صل وَلَا تُسْرِفُوآْ ج إِ نَّهُ,لَا يُحِبُّ اُلْمُسْرِ فِينَ (۱۴۱)
”Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang menjalar tanamannya dan yang tidak menjalar, dan pohon-pohon tamar dan tanaman-tanamanyang berlainan rasanya; dan buah zaitun da delima, yang bersamaan dan tidak bersamaan (rasanya). Makanlah dari buahnya ketika ia berbuah, dan keluarkan haknya (zakatnya) pada hari memetik atau menuainya; dan jangan lah kamu melampau-lampau; sesuangguhnya Allah tidak sukakepada orang yang melampau-lampau (141)”

C. Jenis Zakat

Menurut Sabiq (1980) dalam Soemitra (2009) menjelaskan bahwa zakat terdiri dari;
1)   Zakat Fitrah
Zakat fitrah atau zakat jiwa sejumlah bahan makanan yang dikeluarkan
pada bulan ramadhan oleh setiap muslim bagi dirinya dan orang yang ditanggungnya yang memiliki kelebihan makanan pokok untuk kebutuahan sehari pada hari raya idul fitri.
Besarnya zakat fitrah menurut Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No 52 tahun 2014 adalah 2,5 kg atau 3,5 liter per jiwa. Makanan yang wajib dikeluarkan yang disebut nash hadist yaitu tepung, terigu, kurma, gandum, zahib (anggur), dan aqith (semacam keju). Untuk daerah atau negara yang makanan pokoknya selain 5 makanan di atas mazhab Maliki dan Syafi’I membolehkan membayar zakat dengan makanan pokok yang lain. Menurut mazhab Hanafi pembayaran zakat fitrah dapat dilakukan dengan membayarkan harganya dari makanan pokok yang dimakan.
2)   Zakat Harta (Maal)
Zakat harta adalah bagian harta yang disisihkan oleh seorang muslimatau badan yang dimiliki oleh seorang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. Syarat kekayaan itu dizakati itu dizakati antara lain milik penuh, berkembang, cukup nizab, lebih dari kebutuhan pokok, bebas dari hutang, sudah berlalu satu tahun (haul). Harta yang dikenakan zakat diantaranya;
  1. Emas, Perak dan Uang
Emas dan Perak merupakan logam mulia yang sering dijadikan perhiasan. Termasuk dalam kategori emas dan perak adalah mata uang yang berlaku pada waktu itu di masing-masing Negara. Oleh karenanya, segala macam penyimpanan uang seperti tabungan, deposit, cek, saham, surat berharga lainya, termasuk ke dalam kategori emas dan perak, sehingga penentuan nizab dan besarnya zakat disetarakan dengan emas dan perak. Adapun nizab emas adalah 20 dinar atau 85 gram dan perak setara dengan 200 dirham atau setara dengan 595 gram.
b.             Perdagangan dan Perusahaan
Harta perniagaan adalah semua yang diperuntukan untuk diperjual belikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa barang seperti peralatan pakaian, makanan, perhiasan, dan lain-lain. Perusahaan tersebut dijalankan oleh perorangsn atau perserikatan seperti CV, PT, koperasi dan sebagainya. Nisab zakat perdagangan sama dengan nizab emas yaitu senilai dengan 85 gram emas dengan kadar zakat sebesar 2,5% zakat dapat dibayarkan baik dalam bentuk uang maupun barang. Perhitungan zakat dilakukan dengan rumus; (Modal diputar + keuntungan + piutang yang dapat dicairkan) – (utang + kerugian) x 2,5%.
c.         Hasil Pertanian dan hasil Perkebunan
Hasil pertanian dan hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis seperti bijian, umbian, sayuran, buahan dan tanaman yang lainya. Nisab hasil pertanian adalah 5 wasaq atau setara dengan 524 kg beras atau 653 kg gabah (Permenag RI No 52 Tahun 2014). Apabila hasil pertanian termasuk makanan pokok, seperti beras, jagung, gandum, kurma, dan sebagainaya, maka nisabnya adalah 524 kg dari hasil pertanian, untuk hasil pertanian selain makanan pokok seperti sayur, buahan bunga dan lain sebagainya. Kadar zakat untuk hasil pertanian 10% apabila diairi dengan air hujan, sungai atau mata air  dan 5% untuk hasil pertanian yang diairi dengan cara disiram atau irigasi.
d.             Hasil Pertambangan
Ma’din (hasil tambang) adalah benda-benda yang terdapat di dalam perut bumi dan memiliki nilai ekonomis seperti emas, perak, timah, tembaga, marmer, minyak bumi dan lain sebagainya. Menurut mahzab Hanafi dan Syafi’i berpendapat bahwa yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah 1/5, sedangkan mahzab Maliki dan Hambali berpendapat bahwa yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah ¼. Dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No 52 tahun 2014 nisab zakat senilai emas 85 gram dan kadar zakatnya sebesar 25%.
e.         Hasil Peternakan
Peternakan yang wajib di zakati terdiri dari ternak unta, sapi, kerbau, kuda serta kambing atau domba. Syarat hewan harus dizakati apabila telah mencapai nisab, sampai haul, digembalakan dan mendapatkan makanan di lapangan terbuka, tidak dipekerjakan, tidak boleh memberikan binatang yang cacat dan tua (ompong), pembiayaan untuk operasional ternak dapat mengurangi dan bahkan mengugurkan zakat ternak. Nisab zakat ternak dihitung dari jumlah:
-  Nisab unta              : minimal 5 ekor
-  Nisab sapi               : minimal 30 ekor 
-  Nisab kambing        : minimal 40 ekor
f.          Hasil Pendapatan dan jasa (zakat profesi)
Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab. Profesi dimaksud mencakup profesi pegawai negeri atau swasta, konsultan, dokter, notaris, akuntan, dan lain-lain. Pendapat ulama menganalogikan bahwa zakat profesi kepada zakat pertanian, yaitu dibayarkan ketika mendapatkan hasilnya, tanpa menunggu satu tahun. Nisabnya sabesar 653 kg gabah atau 524 kg beras. Zakat ini dibayarkan dari pendapatan bersih, sedangkan untuk kadarnya dianalogikan kepada zakat emas atau perak yaitu 2,5%.
g.    Rikaz
Rikaz adalah harta terpendam dari zaman dahulu atau biasa disebut dengan harta karun. Termasuk didalamnya harta yang ditemukan dan tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya. Kadar zakat rikaz adalah sebesar 1/5 atau 20% dan tidak dipersyaratkan sampai satu tahun, karena wajib dikeluarkan zakatnya pada saat ditemukan.

D. Pendayagunaan Zakat

Berdasarkan  Peraturan Badan Amil Zakat Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Pendistribusian Dan Pendayagunaan Zakat pasal 14, yang dimaksud dengan Pendayagunaan zakat adalah bentuk pemanfaatan zakat secara optimal tanpa mengurangi nilai dan kegunaannya dalam bentuk usaha produktif, sehingga berdayaguna untuk mencapai kemaslahatan umum. Pendayagunaan zakat dapat dilakukan pada bidang ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Pendayagunaan Zakat pada bidang ekonomi sebagaimana dimaksud dapat diberikan dalam bentuk bantuan yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan, meningkatkan kapasitas produktif, kewirausahaan, meningkatkan kesejahterahaan Mustahik, pemberdayaan komunitas Mustahik berbasis kewilayahan dan potensi ekonomi lokal.
Keberhasilan zakat tergantung kepada pendayagunaan dan pemanfaatannya, dimana seorang wajib zakat (muzakki) harus mengetahui kepada siapa zakat yang telah dibayarkan tersebut akan diserahkan, sehingga tidak semua orang berhak mendapatkan zakat. Adapun orang yang berhak memperoleh zakat (mustahik) telah dijelaskan dalam QS At- Taubah 60: 
إنَّمَا اٌلصَّدَ قَتُ لِلّفُقَرَاءِوَاُلْمَسَكِيبِ وَاُلْعَمِلِينَ عَلَيْهَا وَاُلْمُوءَلَّفَةِ فُلُوبُهُمْ وَفِى اُلرِّقَا بِ وَاُلْغَرِمِينَ وَفىِ سَبِلِ اُللّهِ وَاُبْنِ اُلسَّبِيلِ صل فَرِيضَةً مِّنَ اُ للَّهِ قلى وَاُ للَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (۶۰)
”Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (memebebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana (60)”
Penjelasan dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa golongan yang berhak menerima zakat terbagi atas delapan ashnaf (golongan) yaitu fakir, miskin, pengurus zakat (a’milin), orang yang dilunakkan hatinya (muallaf), memerdekakan budak (riqab), orang yang berhutang (gharimin), untuk jalan Allah (fisabilillah), dan untuk orang–orang yang sedang dalam perjalanan (Ibnu sabil). Pada konteks penelitian ini akan difokuskan pada pendayagunaan zakat bagi mustahik golongan fakir dan miskin yang menerima manfaat dana zakat untuk kegiatan produktif.
Asnaini (2008) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan zakat produktif adalah pemberian dana zakat yang diberikan kepada para mustahik tidak dihabiskan akan tetapi dikembangkan dan digunakan untuk membantu usaha mereka, sehingga dengan usaha tersebut mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup secara terus- menerus.
Qadir (2001) menyatakan bahwa zakat produktif yaitu zakat yang diberikan kepada mustahik sebagai modal untuk menjalankan suatu kegiatan ekonomi yaitu untuk menumbuhkembangkan tingkat ekonomi dan potensi produktivitas mustahik.
Berdasarkan UU No 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Pelaksanaan UU No 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat menetapkan bahwa pengelolaan zakat di Indonesia di lakukan oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota yang dibentuk oleh pemerintah. Selain itu juga terdapat Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat tetapi masih dalam pengawasan BAZNAS. Dengan adanya BAZNAS dan LAZ tersebut pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat lebih terorganisir.
Berdasarkan pasal 32 dalam UU tentang pengelolaan zakat, dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat telah dikembangkan zakat yang didayagunakan untuk usaha produktif. Di Indonesia sendiri, zakat produktif disahkan MUI pada tahun 1982, hal ini juga diperkuat dengan adanya keterangan mengenai zakat yang dikumpulkan Lembaga Amil Zakat (LAZ) maupun Badan Amil Zakat (BAZ) bisa diberikan secara konsumtif untuk keperluan memenuhi kebutuhan hidup sehari hari dan bisa pula secara produktif meningkatkan usaha yang dilakukan oleh para mustahik (Hafidhuddin, 2002).  Adanya zakat untuk usaha produktif tersebut diharapkan mampu meningkatkan pendapatan, taraf hidup dan kesejahteraan.
Dalam buku panduan organisasi pengelola zakat terdapat pola produktif yang dapat dilakukan oleh BAZNAS atau LAZ dalam rangka pemberdayaan ekonomi dalam kegiatannya, diantaranya adalah:
a.    Pemberian bantuan uang sebagai modal kerja ataupun membantu pengusaha dalam menambah kapasitas dan mutu produksinya.
b.    Bantuan pendirian gerai untuk memasarkan produk-produk mereka.
c.    Dukungan kepada mitra binaan untuk berperan serta dalam berbagai kegiatan pameran.
d.   Penyediaan fasilitator dan konsultan untuk menjamin keberlanjutan usaha yang telah dijalankan oleh mustahik.
e.    Pembentukan atau pengembangan lembaga keuangan mikro syariah.
f.     Pembangunan industri yang dibenarkan oleh syariat islam.
            Hafidhuddin (2008) mengemukakan bahwa bagi para pedagang yang sudah mampu memenuhi kebutuhan sehari-harinya pun boleh diberi pinjaman yang harus dikembalikan (tanpa bunga) dari dana zakat, apabila mereka membutuhkan dana tambahan untuk mengembangkan usahanya. Qardhawi (1995) juga menyampaikan bahwa pemerintah islam boleh membangun pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan dari uang zakat yang kepemilikan dan keuntungannya digunakan untuk kepentingan fakir miskin sebagai jaminan hidup mereka sepanjang masa.

E.  Hikmah Zakat

Kewajiban membayar zakat itu memiliki hikmah yang sangat besar, baik untuk muzakki, harta yang dizakatkan maupun mustahik. Hikmah dan manfaat tersebut diantaranya adalah (Hasan, 2008);
a.    Menyucikan harta, hal ini sejalan dengan definisi zakat yaitu membersihkan harta dari kemungkinan terdapat harta orang lain yang masuk ke dalam harta yang dimiliki.
b.     Menyucikan jiwa muzakki dari sifat kikir atau bakhil. Sifat kikir adalah salah satu sifat tercela yang harus disingkirkan jauh-jauh dari hati.
c.    Membersihkan jiwa mustahik dari sifat dengki. Biasanya hal ini terjadi ketika terdapat kesenjangan dalam masyarakat mengenai status sosial.
d.   Membangun masyarakat yang lemah karena mayoritas penduduk Indonesia adalah masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah, sehingga dengan adanya zakat ini mampu membantu membangun masyarakat yang lemah khususnya masyarakat yang masuk kategori delapan ashnaf.
e.    Ungkapan syukur atas nikmat harta yang telah dititipkan kepada umat muslim, hal ini sejalan dengan perintah untuk membayarkan zakat harta atau maal.

Daftar Pustaka
Asnaini. 2008. Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Hafidhuddin, Didin. 1998. Panduan Praktis Tentang Zakat Infak Sedekah. Jakarta: Gema Insani
Hafidhuddin, Didin. 2007. Agar Harta Berkah dan Bertambah. Jakarta: Gema Insani

Kementerian Agama RI. 2016. Kompilasi Peraturan Perundang-Undangan Zakat Nasional.
Kementerian Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islami, Direktorat Pemberdayaan Zakat.
Kementerian Agama RI.2016. Panduan Organisasi Pengelola Zakat.Kementerian Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islami, Direktorat Pemberdayaan Zakat.
Qadir, Abdurrahman. 2001. Zakat dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Soemitra, Andri. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kemiskinan dalam Pandangan Islam

TRADISI SADRANAN PENYAMBUNG SILATURRAHIM